Sunan Drajat diperkirakan lahir pada tahun 1470 Masehi. Nama kecilnya
adalah Raden Qasim, kemudian mendapat gelar Raden Syarifudin. Dia
adalah putra dari Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang.
Ketika dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat, Paciran, Kabupaten Lamongan.
Sunan Drajat yang mempunyai nama kecil Syarifudin atau raden
Qosim putra Sunan Ampel dan terkenal dengan kecerdasannya. Setelah
menguasai pelajaran islam beliau menyebarkan agama Islam di desa Drajat
sebagai tanah perdikan di kecamatan Paciran. Tempat ini diberikan oleh
kerajaan Demak. Ia diberi gelar Sunan Mayang Madu oleh Raden Patah pada
tahun saka 1442/1520 masehi
Makam Sunan Drajat dapat ditempuh dari Surabaya maupun Tuban
lewat Jalan Daendels (Anyar-Panarukan), namun bila lewat Lamongan dapat
ditempuh 30 menit dengan kendaraan pribadi.
Sejarah singkat
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syarifuddin atau Raden Qosim
putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam
dikuasai, beliau mengambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad
XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan
Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun.
Beliau sebagai Wali penyebar Islam yang terkenal berjiwa sosial,
sangat memperhatikan nasib kaum fakir miskin. Ia terlebih dahulu
mengusahakan kesejahteraan sosial baru memberikan pemahaman tentang
ajaran Islam. Motivasi lebih ditekankan pada etos kerja keras,
kedermawanan untuk mengentas kemiskinan dan menciptakan kemakmuran.
Usaha ke arah itu menjadi lebih mudah karena Sunan Drajat
memperoleh kewenangan untuk mengatur wilayahnya yang mempunyai otonomi.
Makam Sunan Drajat (Paciran-Lamongan) |
Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam
dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang
makmur bagi warganya, beliau memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari
Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
Filosofi Sunan Drajat
Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini
terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan
Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut
sebagai berikut :
Memangun resep tyasing Sasoma (kita selalu membuat senang hati
orang lain)
Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus
tetap ingat dan waspada)
Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam
perjalanan untuk mencapai cita - cita luhur kita tidak peduli dengan
segala bentuk rintangan)
Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora
nafsu-nafsu)
Heneng - Hening - Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh
keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita -
cita luhur).
Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita
capai dengan salat lima waktu)
Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong kang
luwé, Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong
kang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah
kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang
tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Penghargaan
Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali
pencipta tembang Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singo
mengkok-nya Sunan Drajat kini tersimpan di Museum Daerah.
Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali
penyebar agama Islam di wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya
serta benda-benda bersejarah peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan
para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran agama Islam, Pemerintah
Kabupaten Lamongan mendirikan Museum Daerah Sunan Drajat disebelah timur
Makam. Museum ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa Timur tanggal 1
Maret 1992.
Salah Satu Barang Yang Ada Dimuseum |
Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, S.H. untuk menyelamatkan
dan melestarikan warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh
Gubernur Jawa Timur dengan alokasi dana APBD I yaitu pada tahun 1992
dengan pemugaran Cungkup dan pembangunan Gapura Paduraksa senilai Rp.98
juta dan anggaran Rp.100 juta 202 ribu untuk pembangunan kembali Mesjid
Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni
1993. Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs
Makam Sunan Drajat dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir,
renovasi paséban, balé ranté serta Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I
Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan Gubernur Jawa Timur M.
Basofi Sudirman tanggal 14 Januari 1994.
(Sumber : Wiki Aswaja)
EmoticonEmoticon