Ada sebuah kisah dari Ats-Tsa’labi yang terkait erat dengan hari Asyura. Ini terjadi di zaman Nabi Nuh as. Ketika terjadi banjir taufan, ada seorang wanita yang sedang menggendong anak kecil. Di masa itu, tidak ada anak kecil kecuali anak kecil itu.
Ketika air telah naik, ia menggendong anak itu di pundaknya, kemudian berenang. Setelahnya, ia berlari dan naik ke atas gunung agar bisa menyelamatkan anaknya dari banjir tofan. Ketika air bertambah naik, ia menaruh lagi anaknya di pundaknya, dan ketika air sudah sampai di mulut wanita tadi, maka ia mengangkat anaknya lebih tinggi dari kepalanya. Dan ketika air telah menenggelamkannya, maka ia menaruh anaknya itu di bawah kakinya, dan berpijaklah ia pada anaknya sebentar untuk mencari keselamatan dan bisa bernafas. Dan akhirnya tenggelamlah keduanya.
Dari peristiwa ini, Allah swt. kemudian memberikan wahyu kepada Nabi Nuh as., “Umpama aku mengasihi salah satu kaummu yang durhaka, maka aku akan menyelamatkan wanita itu beserta anaknya.” Setelah itu Allah memberi wahyu kepada bumi:
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءكِ وَيَا سَمَاء أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاء وَقُضِيَ الأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْداً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,”dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Jud, dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zalim .” [ QS.Hud : 44 ]
Tsa’labi berpendapat, peristiwa dahsyat ini kemudian berakhir dengan berlabuhnya perahu Nabi Nuh di hari Asyura, yaitu tanggal 10 dari bulan Muharram. Kemudian berpuasalah Nabi Nuh di hari itu sebagai ungkapan syukur kepada Allah. Nabi Nuh juga memerintahkan semua penumpang untuk ikut menunaikan puasa bersamanya. Bahkan, semua hewan yang terangkut oleh perahu juga turut melakukan puasa.
Di hari itu pula, Nabi Nuh mengeluarkan semua bekal yang dibawanya. Beliau kemudian mengelompokkannya menjadi tujuh golongan: pala, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, gandum, jagung dan padi. Ketujuh bekal ini lalu dicampur dan dimasak sedemikian rupa, sehingga menjadi satu masakan bubur.
Setelah itu, Nabi Nuh keluar dari perahu, dan melihat pelangi semburat di langit. Serta merta beliau berucap takbir, “Allahu Akbar.” Apa yang dilakukan oleh Nabi Nuh ini diikuti oleh semua penumpang. Namun, mereka merasa susah ketika menyadari bahwa mata telanjang mereka tidak dapat menatap matahari secara langsung. Karenanya mereka mengadu kepada Nabi Nuh, “Mata kami tidak bisa menghadapi sinar matahari, wahai Nabi.” Nabi Nuh lalu memerintahkan mereka untuk bercelak menggunakan hajar ismid, agar mata mereka mampu menatap sinar matahari. Peristiwa ini nampak selaras dengan sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang bercelak pada hari Asyura’ maka orang itu tidak akan buta pada tahun itu.”
Disarikan dari kitab Badai’u az-Zuhur fi Waqai’i ad-Duhur. (https://lirboyo.net/)
EmoticonEmoticon