Menjadi Tak Terkenal

Malam yang senyap, tak ada suara kecuali desiran angin yang bergesek dedaunan. Atau berdesir meniup debu-debu pasir. Atau menyiul dari tiupan mulut mereka yang terlelap. Di waktu ini, banyak kisah para salaf bermunajat memuja Rab mereka, menjadikan tetesan air mata sebagai kalimat doa. Ada pula yang berderma tanpa berharap satu pun lirik mata. Mereka lebih senang tak dikenal dan disanjug. Walaupun mereka pemilik amalan yang agung.
Berbeda dengan khalayak kini. Bekerja dalam diam dinilai tidak berkontribusi. Popularitas merupakan sebuah harga. Penghargaan dan penghormatan adalah kebanggaan. Pujian adalah harapan.
Salah seorang ulama besar generasi tabiut tabi’in, Abdullah bin al-Mubarak, mengatakan tidak dikenal dan tidak disanjung adalah kehidupan. Menjadi biasa di mata manusia adalah harapan. Salah seorang murid beliau, Hasan bin Rabi’, bercerita, “Suatu hari, aku bersama Ibnul Mubarak menuju tempat minum umum. Orang-orang (mengantri) minum dari tempat tersebut. Lalu Ibnul Mubarak mendekat ke tempat peminuman umum itu, tidak ada orang yang mengenalinya. Mereka memepet-mepet bahkan mendorong-dorongnya.
Ketika keluar dari desak-desakan tersebut, Ibnul Mubarak berkata, ‘Yang seperti inilah baru namanya hidup. Ketika orang tidak mengenalmu dan tidak mengagung-agungkanmu’.” (Shifatu Shafwah, 4/135).
Mungkin Anda adalah seorang aktivis yang dihargai di rantau. Menjadi pembicara di mimbar dan memimpin jamaah shalat. Mewakili universitas atau bahkan delegasi negara. Saat pulang, Anda dianggap biasa. Tidak memiliki keistimewaan di masyarakat. Maka nikmatilah keadaan tersebut. Karena itulah hakikat hidup.
Bila masa Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu keluar dari rumahnya. Lalu orang-orang mengikutinya. Lalu beliau bertanya, “Apakah kalian ada keperluan?” Mereka menjawab, “Tidak ada. Kami hanya ingin berjalan bersamamu”. Ibnu Mas’ud menegur mereka, “Pulanglah (jangan ikuti aku). Yang demikian itu kehinaan bagi yang mengikuti dan fitnah (ujian ketenaran) bagi yang diikuti”. (Shifatu Shafwah, 1/406).
Diikuti masa dan ditempeli teman kesana kemari dapat mengeraskan hati. Manusia bisa merasa bernilai luar biasa, padahal di sisi Allah dia bukanlah siapa-siapa.
Jangan berobsesi menjadi terkenal karena ilmu dan amal. Kalau bisa memiliki peranan dan tidak dikenal, maka itu lebih bernilai. Bukanlah manusia tempat kita berharap balasan. Akan tetapi apa yang ada di sisi Allah lah yang terbaik.

Sumber:
– al-Jalil, Abdul Aziz bin Nashir. 1994. Aina Nahnu min Akhlaq as-Salaf. Riyadh: Dar at-Thayyibah.


EmoticonEmoticon